Senin, 12 September 2011

MEKANISME PERSALINAN NORMAL

MEKANISME PERSALINAN NORMAL
Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul – “seven cardinal movements of labor” yang terdiri dari :
1.       Engagemen
2.       Fleksi
3.       Desensus
4.       Putar paksi dalam
5.       Ekstensi
6.       Putar paksi luar
7.       Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut terjadi pada presentasi kepala dan presentasi bokong.
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dap[at terjadi persalinan per vaginam secara spontan.
Engagemen
•        Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas panggul.
•        Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul jenis ginekoid dengan oksiput melintang (tranversal)
•        Proses engagemen kedalam pintu atas panggul dapat melalui proses normal sinklitismus , asinklitismus anterior dan asinklitismus posterior :
o        Normal sinklitismus : Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum.
o        Asinklitismus anterior : Sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum.
o        Asinklitismus posterior: Sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis (parietal bone presentasion
Fleksi
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan otot dasar panggul.
Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan desensus.
Bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi kepala sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka).
Desensus
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal kala II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik.
Penyebab terjadinya desensus :
1.       Tekanan cairan amnion
2.       Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
3.       Usaha meneran ibu
4.       Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
•        Ukuran dan bentuk panggul
•        Posisi bagian terendah janin
Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul akan menyebabkan desensus berlangsung lambat.
Desensus berlangsung terus sampai janin lahir.
Putar paksi dalam- internal rotation
•        Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami putar paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul).
•        Kepala berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadang-kadang kearah posterior).
•        Putar paksi dalam berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul.
Ekstensi
Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka gerakan ekstensi kepala harus terjadi sebelum dapat melewati pintu bawah panggul.
Akibat proses desensus lebih lanjut, perineum menjadi teregang dan diikuti dengan “crowning”
Pada saat itu persalinan spontan akan segera terjadi dan penolong persalinan melakukan tindakan dengan perasat Ritgen untuk mencegah kerusakan perineum yang luas dengan jalan mengendalikan persalinan kepala janin.
Episiotomi tidak dikerjakan secara rutin akan tetapi hanya pada keadaan tertentu.
Proses ekstensi berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir.
Setelah kepala lahir, muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amnion. Mulut dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung.
Setelah jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar leher dengan jari telunjuk. Lilitan talipusat yang terjadi harus dibebaskan terlebih dahulu. Bila lilitan talipusat terlalu erat dapat dilakukan pemotongan diantara 2 buah klem.
Putar paksi luar- external rotation
Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan posisi kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir.
Setelah putar paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul dengan cara seperti yang terjadi pada desensus kepala.
Bahu anterior akan mengalami putar paksi dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis.
Persalinan bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah pada samping kepala janin .
Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu posterior.
Traksi untuk melahirkan bahu harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari cedera pada pleksus brachialis.
Setelah persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin.
Setelah kelahiran janin, terjadi pengaliran darah plasenta pada neonatus bila tubuh anak diletakkan dibawah introitus vagina.
Penundaan yang terlampau lama pemasangan klem pada talipusat dapat mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia neonatal akibat aliran darah plasenta tersebut.
Sebaiknya neonatus diletakkan diatas perut ibu dan pemasangan dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15 – 20 detik setelah bayi lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara kedua klem.

MATERI MAKALAH HIPOGLIKEMI PADA BAYI BARU LAHIR (BBL)

BATASAN
Hipoglikemi  adalah  keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

PATOFISIOLOGI
·        Hipoglikemi sering terjadi pada  BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
·        Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.
·        Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. 
·        Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.
·        Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
·        Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya  pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

DIAGNOSIS
Anamnesis
·        Riwayat bayi  menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan
·        Riwayat bayi prematur
·        Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
·        Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
·        Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
·        Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
·        Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
-         Bayi dari ibu diabetes (IDM)
-         Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
-         Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
-         Bayi prematur dan lewat bulan
-         Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
-         Bayi puasa
-         Bayi dengan polisitemia
-         Bayi dengan eritroblastosis
-         Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker

GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik
Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas
Ÿ        Jitteriness
Ÿ        Sianosis
Ÿ        Kejang atau tremor
Ÿ        Letargi dan menyusui yang buruk
Ÿ        Apnea
Ÿ        Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
Ÿ        Hipotermia
Ÿ        RDS

DIAGNOSIS BANDING
insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).

Penyulit
    -  Hipoksia otak
    -  Kerusakan sistem saraf pusat

TATALAKSANA
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :
o     Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
o     Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan
Kadar glukosa ≤  45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
o      
o     Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
·     Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
·     Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).
Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.
Atau cara lain dengan GIR
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.
·     Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate
GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)
                                                                6 x berat (Kg)
Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari
               Kebutuhan 80 cc/jam/hari  = 80 x 3 = 240 cc/hari  = 10 cc/jam
GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min
                  6 x 3                             18
·     Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
·     Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas
·     Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
-       Infus D10 diteruskan
-       Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
-       ASI diberikan bila bayi dapat minum
Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

 

-       Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)

-       ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan

-       Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar  glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :
·      ASI teruskan
·      Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
·      Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
-  Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)
  - Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
    - Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
d. Kadar glukosa normal IV teruskan
·     IV teruskan
·     Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas

·     Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
·   konsultasi endokrin
·   terapi : kortikosteroid  hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
·   bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)

DAFTAR PUSTAKA
1.    Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 262-66.
2.    Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 56-7.
3.    Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 569-76.
4.    Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.

MATERI MAKALAH HIPOTERMIA PADA BAYI

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001). Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. (Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C. Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : 1)Jaringan lemak subkutan tipis. 2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. (Indarso, F, 2001). 5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998). Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan : 1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang dingin. 2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke obyek yang dingin. 3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. 4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL). (Indarso, F, 2001). Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu : 1)HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob. 3)Kebutuhan oksigen yang meningkat. 4)Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu. 5)Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat. 6)Shock. 7)Apnea. 8)Perdarahan Intra Ventricular. (Indarso, F, 2001). Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual). Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi hipotermi : (1)Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada Radiant Warner. -Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala. -Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan. (2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas. -Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo controle. (3)Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. ­Tutup kepala. ­Kelembaban 40-50%. ­Dapat diberi plastik pada radiant warner. ­Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C. ­Dengan dinding double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan). ­Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. ­Temperatur lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel 2.1 Temperatur yang dibutuhkan menurut umur dan berat badan neonatus Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr 1201-1500 gr 1501-2500 gr > 2500 gr 0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48 jam 34-35 33-34,2 31,4-33,6 30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam 34-35 33-34 31,1-33,2 29,8-32,8 4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34 30,5-33 3-4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5 minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6 minggu 30,6-32,3 29,31,8 Sumber : Klaus, M,H et al. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi : Mempertahankan Suhu Tubuh Untuk Mencegah Hipotermi Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi adalah : (1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7 rantai hangat ; a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih. b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih. c.Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru). d.Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat. e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan. f.Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri. g.Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh normal Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi. a.Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan air hangat. b.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik. Menangani Hipotermi (1)Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. (2)Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat. (3)Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar. (4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

MATERI MAKALAH ANEMIA DALAM KEHAMILAN

2.4.1 Pengertian

2.4.1.1 Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney H, 2006).
2.4.1.2 Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005).
2.4.1.3 Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%. Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II (Sarwono P, 2002).
2.4.2 Etiologi Terjadinya Anemia
Menurut Mochtar (1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah :
2.4.2.1 Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.
2.4.2.2 Kurang Zat Besi Dalam Diet
Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita anemia karena diet.
2.4.2.3 Mal Absorbsi
Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.
2.4.2.4 Kehilangan banyak darah : persalinan yang lalu, dan lain-lain
Semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.
2.4.2.5 Penyakit-Penyakit Kronis
Penyakit-penyakit kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat menyebabkan anemia.
2.4.3 Tanda dan Gejala Anemia
2.4.3.1 Gejala Yang Sering Terjadi
Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas oksigen. Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang.
2.4.3.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik.
2.4.3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum : Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang menyertai anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali.
2.4.3.4 Tes Laboratorium
Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit < 30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber, 1994).
2.4.4 Patofisiologi
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.
Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006).
Tabel 2.1 Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa Dan Ibu Hamil Menurut WHO
Jenis Kelamin Hb Normal Hb Anemia kurang dari (gr/dl)
Perempuan dewasa : tidak hamil
Perempuan dewasa : hamil
Trimester pertama : 0-12 minggu
Trimester kedua : 13-28 minggu
Trimester ketiga : 29 aterm
Lahir (aterm) 12,00-15,00
12,00-15,00
11,00-14,00
10,50-14,00
11,00-14,00
13,50-18,50 12,00 (Ht 36,00%)
11,00 (Ht 33,00%)
11,00 (Ht 33,00%)
10,50 (Ht 31,00%)
11,00 (Ht 33,00%)
13,50 (Ht 34,00%)
Sumber : Tarwoto, 2008
Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO yang dikutip dalam buku Handayani W, dan Haribowo A S, (2008) :
1. Ringan sekali Hb 10,00 gr% -13,00 gr%
2. Ringan Hb 8,00 gr% -9,90 gr%
3. Sedang Hb 6,00 gr% -7,90 gr%
4. Berat Hb < 6,00 gr%
2.4.5 Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi menjadi :
2.4.5.1 Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
2.4.5.2 Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat.
2.4.5.3 Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
2.4.5.4 Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
2.4.5.5 Anemia Lain
Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah :
1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%
2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%
3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%
4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%
2.4.6 Komplikasi Anemia Dalam Kehamilan
Komplikasi anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :
2.4.6.1 Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan congenital, abortus / keguguran.
2.4.6.2 Bahaya Pada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu.
2.4.6.3 Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk, 2008).
2.4.7 Kebutuhan Tablet Besi Pada Kehamilan
Kebutuhan tablet besi pada kehamilan menurut Jordan (2003), dijelaskan bahwa : Pada kehamilan dengan janin tunggal kebutuhan zat besi terdiri dari : 200-600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah merah, 200-370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya, 150-200 mg untuk kehilangan eksternal, 30-170 mg untuk tali pusat dan plasenta, 90-310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan.
Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berkisar antara 440-1050 mg dan 580-1340 mg dimana kebutuhan tersebut akan hilang 200 mg (Walsh V, 2007) melalui ekskresi kulit, usus, urinarius. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata 30,00-40,00 mg zat besi per hari. Kebutuhan ini akan meningkat secara signifikan pada trimester terakhir, yaitu rata-rata 50,00 mg / hari pada akhir kehamilan menjadi 60,00 mg / hari. Zat besi yang tersedia dalam makanan berkisar 6,00 sampai 9,00 mg / hari, ketersediaan ini bergantung pada cakupan diet. Karena itu, pemenuhan kebutuhan pada kehamilan memerlukan mobilisasi simpanan zat besi dan peningkatan absorbsi.
2.4.8 Penatalaksanaan Anemia Kehamilan
Menurut Setiawan Y (2006), dijelaskan bahwa pencegahan dan terapi anemia pada kehamilan berdasarkan klasifikasi anemia adalah sebagai berikut :
2.4.8.1 Anemia Zat Besi Bagi Wanita Hamil
Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester berbeda. Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, oleh karena itu pada trimester kedua dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat besi. Oleh karena itu pencegahan anemia terutama di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya wanita hamil diberi sulfas ferrossus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari, selain itu wanita dinasihatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung mineral serta vitamin. Terapinya adalah oral (pemberian ferro sulfat 60 mg / hari menaikkan kadar Hb 1,00 gr% dan kombinasi 60 mg besi + 500 mcg asam folat) dan parenteral (pemberian ferrum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 50 ml gr diberikan secara intramuskular pada gluteus maksimus dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2,00 gr% (dalam waktu 24 jam). Pemberian parentral zat besi mempunyai indikasi kepada ibu hamil yang terkena anemia berat). Sebelum pemberian rencana parenteral harus dilakukan test alergi sebanyak 0,50 cc / IC.
2.4.8.2 Anemia Megaloblastik
Pencegahannya adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil maka ditambah dengan asam folat, adapun terapinya adalah asam folat 15-30 mg / hari, vitamin B12 1,25 mg / hari, sulfas ferrosus 500 mg / hari, pada kasus berat dan pengobatan per oral lambat sehingga dapat diberikan transfusi darah.
2.4.8.3 Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik ini dianggap komplikasi kehamilan dimana pengobatan adalah tranfusi darah.
2.4.8.4 Anemia Hemolitik
Pengobatan adalah tranfusi darah.
2.4.8.5 Anemia Lain
Dengan pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet pada ibu hamil di Puskesmas, artinya ibu hamil setiap hari mengkonsumsi 1 tablet besi.
PUSTAKA
Mansjoer A, dkk, 2008, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Acsulapius
Manuaba IBG, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta : EGC
Manuaba IBG, 2003, Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta : EGC
Manuaba IBG, 2004, Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia, Jakarta : EGC
Manuaba IBG, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : EGC
Varney H, 2006, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta : EGC
Walsh Linda V, 2007, Buku Ajar Kebidanan Komunitas, Jakarta : EGC
Wasnidar, 2007, Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan Penatalaksanaan, Jakarta : Trans Info Media
Wirakusumah S, 1999, Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi, Jakarta : Trubus Agriwidya

KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI YANG MEMPENGARUHI USIA MENOPAUSE DI . . . . TAHUN 2010

KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI YANG MEMPENGARUHI USIA MENOPAUSE DI . . . . . . . . . . . . .
TAHUN 2010

Karya Tulis Ilmiah ini Diajukan Untuk Memenuhi salah satu
Syarat Ujian Akhir Program Studi Diploma III Kebidanan









DISUSUN OLEH :


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ….
 JAKARTA
2011



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Istilah menopause sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat awam. Menoupose merupakan masa yang dialami seorang wanita ketika akan memasuki masa tua. Menopause muncul secara alami sebagai siklus kehidupan yang harus dialami.
Memasuki tahun 2000-an, usia harapan hidup manusia akan mencapai 80 tahun. Hal ini merupakan bukti kemajuan bidang kesehatan. Bagi seorang wanita, proses menua ini mempunyai dampak khusus, karena ia akan memasuki masa produksi, masa klimakterium, kemudian masa senium (Rachman dan Wijaksono, 1991).
Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan – perubahan didalam organ tubuhnya yang yang disebabkan oleh bertambahnya usia. (Drs.H. Zainuddin Sri Kontjoro. Mpsi, 2002).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1992 oleh Samil di kota Jawa Tengah dengan dengan responden wanita berpendidikan, diketahui bahwa wanita mengalami menopause pada usia 50,2 tahun. Pada wanita yang tinggal dipedesaan, menopause terjadi pada usia 46,5 tahun.
Dinegara maju kira-kira 25% di populasi wanita memasuki masa menopause. Menurut sensus tahun 1970 di Amerika Serikat dari 104 juta wanita, 27 juta berumur 50 tahun atau lebih sudah tidak haid lagi atau kita sebut dengan menopause (±25%). Sekitar 12 milyar wanita akan mencapai usia 50 tahun 2030 dan 80% diantaranya berada di Negara berkembang, pertumbuhan populasi wanita menopause sendiri sebesar 3% dinegara berkembang dan 1% dinegara maju.
Data sensus penduduk Indonesia 1984 memperlihatkan bahwa sekitar 15 juta (9%) wanita berada dalam usia klimakterium dan 6 juta diantaranya (40%) adalah wanita karir. Wanita yang terlibat dalam karir ini tidak akan luput dari penuaan dengan fase-fasenya termasuk klimakterium dan menopause (Rachman dan Witjaksono, 1991).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya didapatkan presentasi wanita menopause sebesar 12% ini dikarenakan oleh berbagai factor yang sangat bervariatif seperti menarche, paritas, usia, melahirkan terakhir kali dan pamakaian kontrasepsi.
Dengan melihat hasil diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut faktor predisposisi yang mempengaruhi usia menopause.   



1.2  Perumusan Masalah
Karena masih besarnya wanita menopause yang belum mengetahui gambaran faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi usia menopause, dan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya juga didapatkan presentasi wanita menopause sebesar 12% dikarenakan faktor seperti menarche, paritas, usia melahirkan terakhir kali dan pemakaian kontrasepsi mempengaruhi usia menopause, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran faktor predisposisi yang mempengaruhi usia menopause.

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran faktor predisposisi yang mepengaruhi usia menopause di . . . . . . . . . . . . . . .
1.3.2        Tujuan Khusus
a.       Untuk mendapatkan disribusi frekuensi wanita menopause berdasarkan usia saat haid pertama kali.
b.      Untuk mendapatkan disribusi frekuensi wanita menopause berdasarkan paritas.
c.       Untuk mendapatkan disribusi frekuensi wanita menopause berdasarkan usia saat melahirkan terakhir kali.
d.      Untuk mendapatkan disribusi frekuensi wanita menopause berdasarkan pemakaian kontasepsi.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah sumber bacaan di perpustakaan, dan sebagai bahan acuan dalam bidang penelitian khususnya tentang fakto-faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya menopause.
1.4.2        Bagi Pembaca
Sebagai bahan persiapan dan pengetahuan bagi wanita khususnya yang sedang menjelang menopause dan yang telah memasuki menopause.
1.4.3        Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang fakto-faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya menopause.

1.5  Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian faktor predisposisi yang mempengaruhi usia menopause ini adalah :
1.         Jenis Penelitian       :    Deskriptif
2.         Obyek Penelitian   :    Gambaran faktor predisposisi yang mempengaruhi usia menopause di . . . . . . . . . . . .
3.         Subyek Penelitian  :    Seluruh ibu menopause di . . . .
4.         Lokasi penelitian    :    . . . . . . . . . . . .
5.         Waktu Penelitian   :    . . .  . . . . . . .  . .
6.         Alasan penelitian   :    . . . . . . . . . . .. .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian
Kata menopause berasal dari dua kata Yunani yang berarti “ bulan ” dan “ penghentian sementara “ yang secara linguistic lebih tepat disebut “ menocea “. Secara medis istilah menopause mengandung arti berhentinya masa menstruasi, bukan istirahat. (epsikologi. Com). Webster E-Psikologi oleh Drs.H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi, 2002 mendefinisikan bahwa menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan siklus menstruasi yang menunjukan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa non produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormone estrogen dan progesterone seiring dengan bertambahnya usia.
Menopause adalah suatu fase alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita yang biasanya terjadi diatas usia 40 tahun. Seorang wanita dikatakan mengalami menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama ±12 bulan. (www.medicastore.com)
Menurut sulaiman Sastrawinata dalam buku Ilmu Kandungan, 2002 menyatakan bahwa menopause adalah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang.
Menopause adalah saat didalam pertengahan kehidupan seorang wanita dimana mengalami menstruasi terakhir kalinya. (rineka Cipta 2005).

2.2  Gejala-gejala Menopause
Turunnya fungsi ovarium (sel telur) mengakibatkan hormone, terutama hormone estrogen dan progesterone sangat berkurang didalam tubuh kita.
Kekurangan hormone estrogen ini menyebabkan keluhan-keluhan :
·         Keluhan vasomotorik
·         Gejolak panas (hot flashes)
·         Vertigo
·         Keringat banyak
·         Keluhan konstitusional
·         Berdebar-debar
·         Migraine
·         Nyeri otot, nyeri pinggang
·         Mudah tersinggung
·         Keluhan psikiastenik dan neurotic
·         Merasa tertekan
·         Lelah psikis, lelah somatis
·         Susah tidur
·         Merasa ketakutan
·         Konflik keluarga, gangguan ditempat kerja

Keluhan lain-lain
·         Sakit saat bersetubuh
·         Gangguan haid
·         Keputihan, gatal pada vagina
·         Susah kencing
·         Libido menurun
·         Keropos tulang
·         Gangguan sirkulasi
·         Kenaikan kolesterol, adepositas (kegemukan)
Keluhan-keluhan diatas tidak sama pada semua wanita. Hal ini disebabkan efek biologic di jaringan hormone estrogen melalui reseptor estrogen yang didalam tubuh di dapat reseptor estrogen alpha dan beta. Jumlah reseptor estrogen alpha dan beta yang tidak sama pada setiap wanita dan adanya reaksi individual akibat rendahnya estrogen menyebabkan gejala menopause yang berbeda. Umumnya gejola panas, susah tidur, gelisah, lekas marah, pelupa, nyeri tulang belakang dirasakan pada hambar sebagian besar wanita menopause.



2.3  Tahap – Tahap Menopause
      Menurut Kusuma (2005), menopause terjadi dalam dua tahap yang luas, yaitu :
a.       Peri – menopause
Inilah tahap dimana periode menstruasi berhenti. Tetapi karena gejala menopause sering kali dialami sebelum terjadinya menopause, peri-menopause juga diduga memiliki fase awal dan fase akhir saat menopause terjadi.
b.      Pasca memopause
Perubahan hormonal tubuh menyebabkan hot flushes, keringat, dan palpitasi, tekanan darah tinggi, peningkatan berat badan, perut kembung, kekeringan vagina, dan osteoporosis (penipisan tulang).

2.4  Perubahan-Perubahan
Menurut  Pakasi (2000), perubahan-perubahan yang terjadi menjelang masa menopause, meliputi :
Perubahan pada organ reproduksi :
·         Uterus (kandungan)
Uterus mengecil, selain disebabkan atrofi endometrium juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat intertesial. Serabut otot miometrium menebal, pembuluh darah miometrium menebal dan menonjol.

·         Tuba Faloppi (saluran telur)
            Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengkerut, endosalpingo menipis, mendatar, dan silia menghilang.
·         Serviks (mulut rahim)
            Serviks akan mengkerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal menjadi atropik, kanalis servikalis memendek, sehingga menyerupai ukuran serviks fundus saat masa adolesan.
·         Vagina (liang kemaluan)
            Terjadinya penipisan vagina mengakibatkan hilangnya tugae, berkurangnya vaskularisasi, elastistik yang berkurang, secret vagina menjadi encer, indeks kario piknotik menurun. PH vagina meningkat karena bertambahnya pertumbuhan hasil Donderlian yang menyebabkan glikogen seluler meningkat, sehingga mengakibatkan mudahnya terinfeksi. Uretra ikut memendek dengan pengerutan vagina, sehingga meatuseksternus melemah timbul uretritisdan pembentukan karan kula.
·         Dasar pinggul
            Kekuatan elastistik menghilang, kerena antropi dan lemahnya daya sokong disebabkan prolapsus utero vaginal.
·         Vulva
            Jaringan vulva menipis, karena berkurangnya dan hilangnya jaringan lemak serta jaringan elastik. Kulit menipis dan pembuluh berkurang yang menyebabkan pengerutan lipatan vulva, yang disebabkan atropi dan hilangnya sekret kulit. Hal ini berhubungan dengan dispareunia, mengerutnya intoitus, serta berkurangnya serabut pembuluh darah dan serabut elastik, rambut pubis dimonspubis.

Perubahan diluar organ reproduksi
·        Adipositas
            Penyebaran lemak ditemukan di tungkai atas, pinggul, perut bagian bawah dan lengan atas.
·        Hipertensi
            Akibat gejolak panas terjadi suatu peningkatan tekanan darah baik tekanan sistolik maupun distolik.
·        Hiperkolestrolemia
            Penurunan atau hilangnya kadar estrogen menyebabkan peningkatan kolesterol dan penurunan lemak total.
·        Atero sclerosis
            Adanay hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol menyebabkan peningkatan faktor resiko terdapat terjadinya atero slerosis.
·        Virilisasi
            Turunnya kadar hormone E2 dalam darah dan meningkatnya pembentukan estrogen (E1) yang mempunyai efek androgen menyebabkan tanda-tanda defeminisasi dan maskilinisasi, seperti virilisasi.
·        Osteppenia sampai osteoporosis
            Dengan turunnya kadar estrogen, maka proses osteoblast terhambat dan dua hormone yang berperan dalam proses ini yaitu vitamin D dan parathyroid hormone (PTH) pun turun, sehingga dimulailah proses berkurangnya kadar mineral tulang, maka akan tercapai keadaan osteoporosis.

2.5  Faktor-faktor penyebab wanita mengalami menopause
Menurut kasdu (2002), faktor-faktor penyebab wanita mengalami menopause, yaitu :
a.      Usia saat haid pertama kali ( menarche )
Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya hubungan antara usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang manusia memasuki menopause. Menurut Sastrawinata (2002) menyatakan bahwa menopause berhubungan dengan menarche, dimana makin dininya menarche terjadi, maka makin lambat terjadinya menopause, sebaliknya makin lambat menarche terjadi, maka makin cepat menopause terjadi.
b.      Jumlah anak
Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopause, tetapi beberapa penelitian menemukan bahwa semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin lama mereka memasuki masa menopause.
c.      Usia melahirkan
Masih berhubungan dengan melahirkan anak, bahwa semakin tua seorang melhirkan anak, semakin tua ia memasuki usia menopause. Penelitian yang dilakukan Beth Israel Deaconess Medical Center in Boston yang tercantum dalam buku Kasdu (2000), mengungkapkan bahwa wanita yang masih melahirkan diatas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause yang lebih tua. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat system kerja organ reproduksi. Bahkan akan memperlambat proses penuaan tubuh.
d.     Pemakaian kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi khususnya kontrasepsi jenis hormonal mempunyai cara kerja yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur, maka pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal akan lebih lama atau tua memasuki usia menopause.